Pencarian yang Salah

 


Gadis yang Kesepian

Hening duduk sendirian di kamarnya, matahari sore memancarkan cahaya lembut melalui jendela. Ia memegang HP-nya dengan erat, scrolling saja melalui media sosial. Postingan demi postingan berlalu, namun tidak satu pun yang dapat menarik perhatiannya.

Hening merasa kesepian, seperti tidak ada yang peduli dengan keberadaannya. Orang tuanya sibuk dengan pekerjaan, tidak pernah ada waktu untuknya. Di sekolah, ia di-bully oleh teman-temannya. Tapi, di dunia maya, ia merasa bebas, seperti dapat menjadi siapa saja yang ia inginkan.

Tiba-tiba, HP-nya bergetar, notifikasi dari media sosial. Hening tersenyum, mungkin ada seseorang yang memperhatikannya. Tapi, ketika ia membuka notifikasi tersebut, ia hanya menemukan iklan yang tidak relevan.

Hening merasa kecewa, seperti tidak ada yang peduli dengan keberadaannya. Ia mematikan HP-nya, merasa kesepian yang lebih dalam. Tapi, kemudian ia ingat tentang TPA di masjid perumahan elit tempat ia tinggal, tempat ia dapat menemukan ketenangan dan kedamaian.

Mungkin, pikir Hening, ia dapat menemukan apa yang ia cari di TPA tersebut. Mungkin, ia dapat menemukan dirinya yang sebenarnya.

Hening berlari dengan cepat, kakinya berdentang di atas jalan. Ia tidak tahu kenapa, tapi setiap kali ia berlari menuju masjid, ia merasa lebih hidup. Saat ini, ia sedang menuju ke tempat yang paling ia sukai, tempat ia menemukan ketenangan dan kedamaian.

Saat berlari, Hening mengingat pertemuannya dengan Aisyah. Ia masih ingat saat itu, saat ia menangis karena di-bully oleh beberapa gadis tak dikenal. Aisyah datang menolongnya, dan sejak itu, mereka menjadi teman ngaji yang sangat dekat.

Hening tersenyum saat mengingat itu. Ia merasa beruntung memiliki Aisyah sebagai temannya. Dan sekarang, ia sedang menuju ke masjid untuk bertemu dengan Aisyah dan melakukan ngaji bersama-sama.

Di dalam masjid yang sunyi, Hening tidak bisa menahan diri untuk memeriksa HP-nya. Ia berharap ada notifikasi yang membuat hatinya berdebar. Senyumnya merekah saat ia melihat layar HP-nya, tapi Aisyah segera mencoleknya, mengingatkannya bahwa mereka sedang berada di tempat suci. Ustadzah Rahma sebagai ustadzah di TPA masjid perumahan ini, terus berceramah dengan penuh semangat, tapi kata-katanya tidak bisa menembus pikiran Hening yang masih terobsesi dengan media sosial. Aisyah memukul kepalanya dengan lembut, membuat Hening tersadar dan memasukkan HP-nya ke tas. Suara ustadzah Rahma kini terdengar lebih jelas di telinganya, tapi Hening masih belum bisa fokus. Ia hanya bisa memikirkan Aisyah. Aisyah adalah teman yang sangat peduli dan mendukungnya dan senyumnya yang membuatnya merasa nyaman dan aman.

Virtual Trap

Waktu telah menunjukkan setengah satu malam, namun Hening masih terjaga, sibuk menggulirkan layar HP-nya. Ia berpindah dari satu media sosial ke media sosial lainnya, hingga akhirnya ia tertidur sendirian.

Kamar Hening sunyi, tanpa suara ayah yang menengok atau mama yang membelai rambutnya. Tidak ada kisah yang dibacakan sebelum tidur. Hening sering tertidur dengan air mata yang basah di ujung kelopak matanya. Namun, ia tidak tahu mengapa ia menangis.

Yang ia tahu hanyalah dua hal: ia bahagia saat mendapat dukungan dari teman-temannya di media sosial, dan ia bersedih saat dihujat. Meskipun demikian, ia tetap tidak tahu mengapa ia menangis. Ia hanya tahu bahwa ia suka bermain media sosial karena ia merasa bahagia di sana, dan ia tidur karena kecapekan. Tidak ada hal lain yang ia ingin lakukan.

Hening merasa ada yang tidak beres dalam dirinya, seperti ada yang menggelitiki hatinya. Ia tidak bisa menjelaskan perasaannya itu, tapi ia tahu bahwa ia tidak bahagia. Mengapa aku selalu merasa kesepian? Mengapa aku tidak bisa menemukan kebahagiaan yang sebenarnya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus-menerus menghantui pikirannya.

Hening teringat Aisyah, tapi hari ini TPA libur.Ia ingin pergi ke rumah aisyah tapi khawatir akan reaksi kedua orangtua Asiyah "Apakah aku boleh berteman dengan aisyah ?" batin Hening sedih. 

Hening berdiri di depan rumah Aisyah, ragu-ragu apakah ia harus mengetuk pintu atau tidak. Ia khawatir akan reaksi orang tua Aisyah.

"Apakah mereka akan menyukai aku?" Hening bertanya pada dirinya sendiri.

Ia mengambil napas dalam-dalam dan mengetuk pintu. Suara langkah kaki terdengar dari dalam, dan pintu dibuka oleh Aisyah sendiri.

"Hening! Apa kabar?" Aisyah tersenyum.

"Aku... aku ingin main ke sini," Hening menjawab, sedikit ragu-ragu.

Aisyah melihat ke arah dalam rumah, lalu kembali ke Hening.

"Aku harus tanya dulu sama ibu," Aisyah berkata.

Hening merasa sedikit khawatir. Apakah ibu Aisyah akan menyukainya?

Tapi Aisyah segera kembali dengan senyum.

"Ibu bilang kamu boleh masuk," Aisyah berkata.

Hening merasa lega dan tersenyum.

"Terima kasih, Syah!" Hening berkata, menggunakan panggilan akrab untuk Aisyah.

Aisyah tersenyum dan mempersilakan Hening masuk ke dalam rumah.

Hening dan Aisyah duduk di ruang tamu, minum jus buah yang disajikan oleh ibu Aisyah.

"Hening, kamu terlihat sedikit murung hari ini," Aisyah berkata, memperhatikan ekspresi Hening.

Hening menghela napas, tidak yakin harus memulai dari mana.

"Aku... aku merasa ada yang tidak beres dalam diriku," Hening berkata, memilih kata-kata dengan hati-hati.

Aisyah mendengarkan dengan saksama, tidak memotong pembicaraan Hening.

"Aku merasa kesepian, tapi aku tidak tahu mengapa," Hening melanjutkan. "Aku merasa seperti ada yang menggelitiki hatiku, tapi aku tidak tahu apa itu."

Aisyah mengangguk, memperlihatkan bahwa ia memahami perasaan Hening.

"Aku juga pernah merasa seperti itu," Aisyah berkata. "Tapi aku menyadari bahwa aku tidak sendirian. Aku memiliki Allah, dan aku memiliki teman-teman seperti kamu."

Hening merasa sedikit lega, mendengar kata-kata Aisyah.

"Tapi bagaimana aku bisa menghilangkan perasaan kesepian ini?" Hening bertanya.

Aisyah tersenyum.

"Aku akan membantumu," Aisyah berkata. "Kita bisa berdoa bersama, dan kita bisa mencari cara untuk mengisi waktu luangmu dengan hal-hal yang positif."

Hening merasa sedikit lebih baik, memiliki harapan bahwa ia bisa mengatasi perasaan kesepiannya dengan bantuan Aisyah.

"Namun, kehangatan yang Hening rasakan di rumah Aisyah membuatnya semakin menyadari betapa kurangnya perhatian dari ibunya sendiri. Ketika Hening pulang ke rumah, ia melihat ibunya sedang memasak di dapur. Ibu Hening memandangnya dengan mata yang lelah, tapi masih tersenyum."


Hening dan Ibu

"Hening, kamu sudah makan?" ibu Hening bertanya.

"Hening belum, Bu," Hening menjawab.

Ayo, makan dulu. Ibu membuat makanan favoritmu.
Terima kasih, Bu.

(Ibu dan Hening makan bersama)

Kamu tahu, ibu selalu ingin yang terbaik untukmu. Ibu ingin kamu bahagia dan sukses.
"Saya tahu, Bu." 
Tapi ibu merasa kamu belum memiliki tujuan yang jelas untuk masa depanmu. Apa yang kamu ingin lakukan setelah lulus sekolah?

Hening hanya terdiam.

Ibu Hening memandang Hening dengan mata yang kecewa. "Hening, ibu tidak mengerti kenapa kamu tidak ingin menjadi dokter gigi seperti ibu," ibu Hening berkata. "Ibu telah bekerja keras untuk memberikan yang terbaik untuk kamu, dan ibu berharap kamu bisa mengikuti jejak ibu."

Hening merasa tidak nyaman dengan pandangan ibunya. Ia tidak ingin menjadi dokter gigi, tapi ia tidak tahu bagaimana cara mengatakannya pada ibunya. "Ibu... ibu, Hening tidak ingin menjadi dokter gigi," Hening berkata dengan suara yang pelan.

Ibu Hening menghela napas. "Kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan, Hening. Kamu hanya ingin bermain HP sepanjang hari dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas."

Hening merasa sedih dan marah pada saat yang sama. Ia merasa tidak dipahami oleh ibunya dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Emotional Rollercoaster

Hening merasa kesepian dan tidak dipahami oleh ibunya. Ibu Hening selalu sibuk dengan pekerjaannya dan tidak memiliki waktu untuk mendengarkan keluh kesah Hening. Kehadiran Aisyah, sahabatnya, tidak cukup untuk menghilangkan rasa kesepian itu. Suatu hari, Hening bertemu dengan seorang cowok yang tampan dan ramah, yang memberinya perhatian dan membuatnya merasa spesial. Cowok itu bernama Riko, dan dia dengan cepat menjadi teman dekat Hening. Tanpa disadari, Hening mulai terjebak dalam hubungan yang lebih serius dengan Riko, dan itu membuatnya semakin jauh dari ibunya dan Aisyah.

Mencari Guru Ngaji

Ibu Hening semakin gusar setelah anaknya bertambah tidak terkontrol. Hening semakin sering bolos sekolah, dan nilai-nilainya semakin memburuk. Ibu Hening merasa bahwa anaknya telah kehilangan arah dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Dalam keputusasaannya, ibu Hening memutuskan untuk mencari guru ngaji yang bisa membantu Hening memahami agama dan mengembalikan anaknya ke jalan yang benar. Ibu Hening berharap bahwa dengan bantuan guru ngaji, Hening bisa kembali menjadi anak yang baik dan patuh.

Guru ngaji Hening kali ini adalah Ustaddzah Rahma, orang yang sangat perhatian terhadap Hening dan selalu membuat Hening merasa nyaman. Ustaddzah Rahma memiliki cara mengajar yang unik dan menyenangkan, sehingga Hening merasa tidak bosan saat belajar mengaji. Ustaddzah Rahma juga sangat peduli dengan kehidupan Hening di luar kelas, dan sering bertanya tentang kegiatan sehari-harinya. Hening merasa bahwa Ustaddzah Rahma adalah orang yang sangat memahami dan mendukungnya, dan itu membuatnya merasa sangat beruntung.

Ustadzah Rahma merasa terkejut saat ibu Hening secara spontan menceritakan keburukan Hening di depannya. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, tapi ia tahu bahwa ia harus tetap tenang dan profesional. Hening sendiri hanya diam dan tidak bereaksi, seolah-olah dia sudah terbiasa dengan kata-kata ibunya yang keras.

Ustadzah Rahma meminta Hening untuk meninggalkan ia dan ibunya berdua, dan setelah Hening pergi, ia berbicara dengan ibu Hening tentang kekhawatirannya. Ia memberitahu ibu Hening bahwa ia sudah tahu tentang ketidakharmonisan antara ibu dan anak, dan ia meminta ibu Hening untuk tidak menjelek-jelekkan Hening di depannya. Ia menjelaskan bahwa itu hanya akan membuat Hening merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri. Ibu Hening mendengarkannya dengan seksama, dan ia bisa melihat bahwa dia sedang berpikir tentang kata-katanya.

Seminggupun berlalu.
Ia merasa terkejut saat melihat Hening bersama seorang cowok di dalam mobil. Ia tidak menyangka bahwa Hening sudah memiliki hubungan yang begitu dekat dengan seseorang. Hening sendiri terlihat kaget dan tidak nyaman saat melihat ustadzahnya datang, tapi dia cepat-cepat membuka pintu mobil dan melompat keluar. 'Ustadzah, silakan masuk rumah,' katanya sambil mempersilahkan  masuk. Ia merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi ini, tapi ia berusaha untuk tetap tenang dan profesional."

Hening terlihat sedikit tidak nyaman saat ustadzah bertanya tentang pacarnya, tapi dia tetap menjawab dengan jujur. Ia merasa sedikit terkejut saat mendengar bahwa Hening sudah berciuman dengan pacarnya, tapi ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan. Ia ingin tahu lebih lanjut tentang apa yang terjadi, dan ia ingin membantu Hening jika dia membutuhkan bantuannya.

Ustadzah kemudian bertanya kepada Hening apakah ibunya tahu tentang pacarnya, dan Hening menjawab bahwa ibunya tidak tahu. Ia bisa melihat bahwa Hening sedang berbohong, tapi ia tidak ingin menuduhnya secara langsung. Ia hanya ingin memancingnya saja, untuk melihat bagaimana dia akan bereaksi.

Ustadzah Rahma merasa tidak nyaman saat melihat ibu Hening bertanya kepada Hening dengan emosi dan kesedihan yang begitu besar. Ia merasa  telah membuat kesalahan dengan memberitahu ibu Hening tentang keadaan Hening, karena sekarang Hening terlihat sangat tidak nyaman dan marah. Hening hanya diam dan tidak tau apa yang akan dia katakan di depan ibunya, sementara ibunya terus bertanya dan meminta jawaban.

Ustadzah Rahma merasa  harus melakukan sesuatu untuk menghentikan situasi ini, karena ia tidak ingin Hening merasa semakin tidak nyaman dan tertekan. Ia berusaha untuk berbicara dan menghentikan pertanyaan ibu Hening, tapi ia tidak tau apa yang harus ia katakan."


Ustadzah Rahma merasa terhormat saat diundang untuk shalat berjamaah bersama keluarga Hening. Ayah Hening memimpin shalat dengan suara yang tenang dan khidmat. Setelah shalat, kami duduk bersama untuk membicarakan tentang Hening. Ibu Hening menangis tiada henti, sementara ayahnya hanya diam dan mendengarkan. Datuknya Hening, yang telah datang dari luar Jawa, berceramah panjang lebar tentang pentingnya menjaga moral dan akhlak yang baik.

Ustadzah Rahma merasa bahwa datuknya Hening sangat peduli dengan keadaan Hening dan ingin membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah ini. Ia juga merasa memiliki peran penting dalam membantu Hening untuk kembali ke jalan yang benar. Ia berharap bahwa dengan kerja sama keluarga dan bimbingan yang tepat, Hening dapat kembali menjadi anak yang baik dan patuh.

Hening dikarantina di rumah, tidak boleh keluar atau sekolah. Ibu Hening juga sering dipanggil ke sekolah karena kasus Hening yang beragam, mulai dari bolos, pacaran, hingga nilai yang jeblok. Ustadzah Rahma merasa bahwa Hening memang membutuhkan pengawasan yang ketat dan bimbingan yang tepat untuk kembali ke jalan yang benar.

Ustadzah Rahma juga merasa bahwa ibu Hening sangat peduli dengan keadaan Hening dan ingin membantu anaknya untuk kembali menjadi anak yang baik dan patuh. Ia berharap bahwa dengan kerja sama keluarga dan bimbingan yang tepat, Hening dapat kembali menjadi anak yang baik dan sukses.

Hening ke Pesantren

Ustadzah Rahma merasa terharu saat melihat ibu Hening menangis di pangkuannya. Rasa terimakasih yang tak terhingga dari ibu Hening membuatnya merasa tidak enak, karena ia merasa bahwa ia hanya melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sebagai guru ngaji. Tapi saat ia melihat Hening yang bahagia di pelukan ayahnya, ia merasa bahwa semua usahanya telah terbayar.

Ustadzah Rahma merasa bahwa Hening telah membuat keputusan yang tepat dengan memilih untuk masuk pesantren. Ia berharap bahwa Hening dapat menemukan jalan yang benar dan menjadi anak yang baik dan patuh. Ia juga berharap bahwa keluarga Hening dapat kembali menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia.

Ibrah 

Cerita ini  menggambarkan pentingnya peran orang tua dan guru dalam membantu anak-anak mereka menemukan jati dirinya dan menghadapi kesulitan dalam hidup. Dengan kasih sayang, pengertian, dan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang kuat, percaya diri, dan memiliki tujuan hidup yang jelas.

( Kenangan Kota Ungaran  : Semoga engkau baik baik disana, nak.)

Baca kisah inspiratif di : Daftar Isi : Secangkir Kopi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi BBA Dasar Online ( Daftar Isi )

Anakku, Ampuni Ibumu

Perbedaan Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf