Fenomena Bromance dan Womance di Sekolah / Pesantren : Perspektif Islam

 



Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena Bromance dan Womance telah menjadi topik perbincangan yang hangat di kalangan remaja dan dewasa muda.

Bromance dan Womance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan yang sangat dekat dan intim antara dua orang, tetapi tidak memiliki unsur romantis atau syahwat. Konsep ini seringkali dikaitkan dengan istilah 'Platonic', yang merujuk pada hubungan yang sangat dekat dan intim, tetapi tidak memiliki unsur romantis atau syahwat. Istilah ini berasal dari nama filsuf Yunani kuno, Plato, yang percaya bahwa hubungan antara dua orang dapat bersifat sangat dekat dan mendalam tanpa harus memiliki unsur romantis atau syahwat.

Bromance dan Womance dapat didefinisikan sebagai:

- Bromance: Cinta Platonic antara dua laki-laki, yang tidak memiliki unsur romantis atau syahwat.

- Womance: Cinta Platonic antara dua perempuan, yang tidak memiliki unsur romantis atau syahwat.

Namun, dari perspektif Islam, fenomena Bromance dan Womance ini perlu dilihat dengan lebih teliti. Islam mengajarkan kita untuk menjaga batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan, dan untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat memicu fitnah dan perbuatan terlarang.

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا 

 "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra': 32). 

Ayat ini menjelaskan bahwa zina tidak hanya berarti perbuatan seksual di luar nikah, tetapi juga termasuk perbuatan yang dapat memicu fitnah dan perbuatan terlarang.

Selain itu, Islam juga mengajarkan kita untuk menjaga kemuliaan diri dan untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merendahkan harga diri kita. Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda: 

وَلاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

"Janganlah seorang pria ber-khalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahram-nya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad).

Dalam kesimpulan, fenomena Bromance dan Womance ini perlu dilihat dengan lebih teliti dari perspektif Islam. Kita harus menjaga batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan, dan untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat memicu fitnah dan perbuatan terlarang. Dengan demikian, kita dapat menjaga kemuliaan diri kita dan untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merendahkan harga diri kita.

Tugas Orang Tua dan Guru

Dalam menghadapi fenomena murid yang melakukan Platonic, orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting. Berikut beberapa tugas yang harus dilakukan:

1. Mengawasi dan memantau perilaku murid: Orang tua dan guru harus mengawasi dan memantau perilaku murid untuk mendeteksi apakah mereka melakukan Platonic atau tidak.

2. Memberikan pendidikan dan nasihat: Orang tua dan guru harus memberikan pendidikan dan nasihat kepada murid tentang pentingnya menjaga batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan.

3. Membuat aturan dan ketentuan: Orang tua dan guru harus membuat aturan dan ketentuan yang jelas tentang perilaku yang tidak diperbolehkan dalam sekolah atau pesantren.

4. Mengadakan diskusi dan dialog: Orang tua dan guru harus mengadakan diskusi dan dialog dengan murid untuk memahami perspektif mereka dan memberikan solusi yang tepat.

Dengan melakukan tugas-tugas tersebut, orang tua dan guru dapat membantu murid untuk memahami pentingnya menjaga batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan, dan untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat memicu fitnah dan perbuatan terlarang.

Baca kisah inspiratif di : Daftar Isi : Secangkir Kopi

Wallahu a'lam bish shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi BBA Dasar Online ( Daftar Isi )

Anakku, Ampuni Ibumu

Perbedaan Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf