Sajadah Biru Ibuku
Di atas sajadah biru yang sederhana,
Ibuku menumpahkan segala keluhannya,
Harapan-harapannya, dan doa-doanya,
Menjadi tempat curahan perasaan dan keluhannya.
Ia seperti bunga yang layu,
Tetapi masih memiliki kekuatan,
Memberikan keharuman kepada orang lain,
Anak-anaknya yang tak pernah menyerah.
Wangi harum sajadah ibuku,
Membuat kami anak-anaknya tak pernah menyerah,
Kurasa sujudnya yang khusuk,
Menembus langit, memberi kekuatan.
Dalam keheningan malam,
Ibuku masih terjaga,
Menghitung tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil,
Mengurai pikiran dan harapannya.
Tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil,
Menjadi semacam mantra,
Membebaskan pikiran dari beban yang berat,
Membersihkan hati dari kekhawatiran dan keraguan.
Ibuku seolah-olah sedang berbicara dengan Allah,
Memohon petunjuk dan kekuatan,
Untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti,
Menemukan kekuatan dan keberanian.
Sajadah yang sederhana,
Menjadi saksi bisu dari doa-doa dan harapan-harapan ibuku,
Ia seperti kapal yang sedang berlayar,
Di tengah badai, tetapi masih memiliki kekuatan dan harapan.
Untuk mencapai daratan.
Ibuku adalah seorang yang memiliki kekuatan spiritual,
Dan sajadah itu menjadi simbol kekuatan itu,
Ia berhenti menghitung tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil,
Menatap ke atas, ke langit yang gelap, dan berdoa dengan hati yang tulus.
11 Syawwal 1446 H : Sungkem anakmu, aku tau doamu selalu menyertaiku, ibu.
Komentar
Posting Komentar