Rahasia Rahasia di Balik Pengajian
Jin Kuprit dan Celengan Mba Saripah
Di majelis pengajian yang hangat dan penuh keberkahan, sinar matahari sore yang lembut menerobos jendela rumah Bu Hajah Epa, rumah guru ngaji sekaligus tempat curhat ibu-ibu kampung. Para ibu berkumpul, wajah-wajah mereka yang penuh harapan dan keresahan, mencari solusi untuk masalah-masalah yang mereka hadapi. Ustadzah Epa yang bijak, dengan senyum yang hangat dan mata yang penuh empati, mendengarkan dengan saksama, memberikan nasihat dan bimbingan yang dibutuhkan.
Mba Saripah adalah salah satu anggota pengajian yang aktif. Selain rajin menyimak pengajian, Mba Ipah demikian panggilan akrabnya, juga rajin berinfaq demi kelancaran acara pengajian. Ibu-ibu memang tidak ingin membebankan snack pengajian pada salah seorang dari mereka, apalagi pada Ustadzah Epa, tuan rumah sekaligus guru mereka. Bisa menimba ilmu saja secara gratis, ibu-ibu sudah merasa bahagia. Masalah snack bukanlah masalah berat, jika ditanggung bersama itu akan membuat bahagia.
Setelah kajian selesai, Ustadzah Epa membuka sesi tanya jawab seperti biasa. Mba Saripah memberanikan diri untuk berbagi curhatan. "Ustadzah, saya ingin bertanya tentang sesuatu yang membuat saya sangat bingung," kata Mba Saripah dengan nada yang sedikit gugup. "Celengan saya yang saya kunci setiap hari selalu berkurang uangnya. Saya tidak tahu siapa yang mengambilnya, karena saya dan Dodi, anak saya, adalah satu-satunya orang di rumah." Mba Saripah menjelaskan bahwa uang di celengan tersebut adalah uang kiriman dari suaminya yang bekerja merantau di Jakarta, yang sebagian digunakan untuk keperluan Dodi sehari-hari dan sebagian lagi ditabung untuk masa depan Dodi. Ustadzah Epa dan teman-teman pengajian lainnya mendengarkan dengan serius, memberikan perhatian penuh pada curhatan Mba Saripah.
Mba Saripah semakin curiga bahwa celengannya yang terus berkurang mungkin bukan hanya kebetulan belaka. Baru-baru ini, cerita tentang jin kuprit atau tuyul yang marak dibicarakan di sekitaran tempat tinggalnya satu RT membuat Mba Saripah semakin yakin bahwa ada sesuatu yang tidak biasa terjadi. Banyak warga yang sedang mencari tahu siapa sebenarnya pemilik tuyul itu, dan Mba Saripah tidak bisa tidak berpikir bahwa mungkin saja jin kuprit itu yang mengambil uang dari celengannya. Namun, Mba Saripah masih belum memiliki bukti yang cukup untuk memastikan kecurigaannya.
Satu-satunya bukti yang mengarah adalah bahwa celengan itu masih tetap terkunci dan tidak ada satupun yang tahu tempat penyimpanan kunci itu, bahkan Dodi anaknya. Kunci celengan yang disimpan di bawah kasur tempat tidur Mba Saripah, tepat di bawah bantal tempat ia tidur, masih aman dan tidak ada tanda-tanda bahwa kunci itu pernah diambil atau digunakan oleh orang lain.
Ustadzah Epa bertanya pada Mba Saripah tentang orang-orang yang sering keluar masuk rumahnya selain dia dan Dodi, juga bertanya apa kegiatan Dodi jika tidak bersama Mba Saripah. Mba Saripah cerita bahwa anaknya Dodi adalah anak yang baik, tidak pernah neko-neko. Hanya satu yang membuat Mba Saripah agak prihatin, Dodi kadang pergi bersama temannya saat Mba Saripah juga pergi pengajian. Ke warnet. Oya, ini terjadi tahun 2015 dimana anak-anak waktu itu suka pergi ke internet di warnet untuk nge-game.
Jadi, Ustadzah Epa secara halus mengarahkan Mba Saripah untuk lebih memperhatikan anaknya, Dodi, dan mempertimbangkan kemungkinan bahwa Dodi yang mengambil uang dari celengan. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang bijak, Ustadzah Epa membantu Mba Saripah untuk melihat kemungkinan lain selain adanya tuyul atau jin kuprit. Wajah mba Ipah seperti malu dan bingung.Dalam hatinya : "Apakah Dodi tega berbuat itu pada ibunya?"
Di sisi lain Dodi merasa terjepit di antara keinginan untuk bermain game dengan teman-temannya di warnet dan kekhawatiran tentang uang ibunya yang terus berkurang. Dia tahu bahwa ibunya tidak akan menyetujui dia menghabiskan uang untuk bermain game, tapi dia tidak bisa menolak ajakan teman-temannya. Dodi merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang tipis, di mana satu salah langkah bisa membuatnya kehilangan kepercayaan ibunya.
Setiap kali Dodi pergi ke warnet, dia merasa seperti sedang berada di dalam dunia lain. Dunia yang penuh dengan kesenangan dan kegembiraan, tapi juga dunia yang membuatnya lupa tentang tanggung jawabnya sebagai anak. Dodi tahu bahwa dia harus membuat pilihan yang tepat, tapi dia tidak bisa menolak godaan untuk bermain game yang membuatnya merasa seperti sedang berada di puncak kesuksesan.
Mba Saripah kemudian melakukan "jebakan" dengan cara ngobrol santai bersama Dodi, menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bijak untuk memahami apa yang terjadi. Mba Saripah tidak ingin menjebak anaknya sendiri misalnya dengan menaruh uang palsu atau dengan sesuatu yang lain yang itu akan membodohi anaknya.Mba Ipah ingat pesan ustadzah bahwa orang tua dalam hal ini juga salah, karena kurang memperhatikan anaknya.
Dodi duduk di sebelah Mba Saripah, mencoba untuk tidak menundukkan pandangannya. Mba Saripah bertanya dengan nada yang lembut, tapi Dodi bisa merasakan kekhawatiran di balik pertanyaan-pertanyaan itu. Dodi tahu bahwa dia tidak bisa berbohong lagi, tapi dia juga takut untuk mengaku. Apa yang akan terjadi jika dia mengaku? Apakah dia akan dihukum oleh ayah dan ibunya? Apakah dia tidak bisa lagi pergi ke warnet dan bermain game dengan teman-temannya? Tapi bagaimana dengan keyakinan ibunya selama ini bahwa uangnya telah dicuri oleh jin kuprit seperti cerita tetangga tetangganya ? Karena sebenarnya tuyul itu adalah anak anak mereka sendiri yang setiap hari menghabiskan waktu berjam jam untuk bermain game onlen ?
Pikiran Dodi dipenuhi dengan bayangan tentang apa yang akan terjadi jika dia mengaku. Dia membayangkan dirinya tidak bisa lagi bermain game favoritnya, tidak bisa lagi bersenang-senang dengan teman-temannya di warnet. Dodi merasa terjebak, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia ingin terus bermain game, tapi dia juga tidak ingin membuat ibunya sedih. Dodi memilih untuk diam, berharap bahwa ibunya tidak akan mengetahuinya. Tapi, dia tahu bahwa ibunya tidak akan menyerah begitu saja.
Ustadzah Epa memberikan nasehat yang bijak kepada Mba Saripah dan warga pengajian lainnya. "Di era teknologi yang semakin maju ini, kita harus lebih memperhatikan anak-anak kita. Dunia yang terbuka ini memang membawa banyak manfaat, tapi juga membawa banyak dampak negatif yang bisa mempengaruhi anak-anak kita. Oleh karena itu, kita harus selalu memantau dan membimbing mereka agar mereka tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik."
Ustadzah Epa melanjutkan, "Kita harus menjadi orang tua yang peduli dan memahami kebutuhan anak-anak kita. Kita harus tahu apa yang mereka lakukan, siapa teman-teman mereka, dan apa yang mereka minati. Dengan demikian, kita bisa membantu mereka untuk membuat pilihan yang tepat dan menghindari hal-hal yang tidak baik."
Mba Saripah dan warga pengajian lainnya mendengarkan dengan serius, menyadari pentingnya memperhatikan anak-anak di era teknologi ini. Mereka berjanji untuk lebih peduli dan memahami kebutuhan anak-anak mereka, agar mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang baik dan sukses.
Mba Saripah merasa lega setelah mengetahui bahwa tidak ada tuyul atau jin kuprit yang mengambil uang, dan dia lebih fokus pada memperhatikan anaknya dan membangun hubungan yang lebih baik dengan Dodi. Dengan demikian, Mba Saripah bisa lebih memahami kebutuhan dan keinginan Dodi, dan mereka bisa memiliki hubungan yang lebih harmonis.Keberanian Dodi untuk mengakui kesalahannya membuat ia merasa bersyukur dan sangat menghargainya.
Mba Saripah tersenyum, merasa bahagia karena telah menyelesaikan masalah yang telah mengganggu pikirannya selama ini. Dia tahu bahwa sebagai ibu, perannya sangat penting dalam membentuk karakter dan masa depan anaknya. Dan dia berjanji untuk selalu ada di samping Dodi, membimbing dan mendukungnya dalam setiap langkah hidupnya.
Dengan akhir yang bahagia ini, Mba Saripah dan Dodi bisa memulai lembaran baru dalam kehidupan mereka, dengan hubungan yang lebih baik dan lebih harmonis.
Ahir Long Weekend : 21 Syawwal 1446 H
Komentar
Posting Komentar