Bergembira di Hari Raya ( 1 )

 


بسم الله الرحمن الرحيم 
"Menampakkan kegembiraan pada hari raya adalah bagian dari syiar agama."

Menampakkan kegembiraan pada hari raya merupakan sunnah, akan tetapi dengan syarat harus jauh dari perkara perkara yang menyelisihi syareat. Ada beberapa perkara yang mubah seperti : menari bagi wanita, dan juga berfoto asalkan jauh dari laki laki asing.Para wanita juga memiliki hak dalam hal berpakaian dengan syarat sesuai dengan ketentuan syariat : di depan sesama wanita, menutup aurat syar'iy  yang memungkinkan itu terbuka di hadapan para wanita, apapun warnanya burgundi atau selain burgundi.Kecuali jika memakainya disertai dengan keyakinan yang salah, maka apapun warna dan jenisnya itu tidak diperbolehkan. Menampakkan kegembiraan merupakan syiar dan ibadah dan permainan bagi laki laki serta menari bagi para wanita tidak terlarang akan tetapi bagi wanita harus membatasi pada keluarga mereka saja atau pada sekumpulan para wanita.
Apabila kita menemukan perkara perkara yang itu diluar pengetahuan dan ilmu kita, seperti tren hari raya 2025, viralnya joged duit Raya, joget velocity dan sebangsanya maka tinggalkan apa yang membuatmu ragu dan pastikan mengerjakan yang kamu tau ilmunya saja. Nabi bersabda :

 عن الحسن بن علي رضي الله عنهما قال : " حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ)
Dari Al Hasan Bin Ali RA berkata :  Aku hafal ( sebuah hadits ) dari rasul shallallah alaihi wa sallam : "Tinggalkan apa yang meragukan menuju perkara yang tidak meragukan "

Para ulama banyak menjelaskan tentang maksud hadits ini diantaranya Syaikh Ibnu 'Utsaimin beliau menjelaskan : " Hadits ini termasuk dalam kategori kalimat yang komprehensif ( jawami'ul kalim ). Tidak ada yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi seorang hamba jika dia mengikuti hadits ini. Karena seorang hamba sering kali memiliki keraguan tentang banyak hal, maka kita katakan: 'Tinggalkan keraguan dan fokus pada hal-hal yang tidak ada keraguan di dalamnya, sehingga kamu dapat merasa tenang dan selamat.' Setiap hal yang menimbulkan keraguan, kekhawatiran, dan keraguan dalam dirimu, maka tinggalkanlah dan fokus pada hal-hal yang tidak ada keraguan di dalamnya. Ini berlaku jika keraguan belum mencapai tingkat was-was (keraguan yang berlebihan). Jika keraguan telah mencapai tingkat was-was, maka janganlah kamu memperhatikannya. Hal ini dapat terjadi dalam ibadah, muamalah, pernikahan, dan semua bidang ilmu.'"


Para ulama juga telah menjelaskan bagaimana kita merayakan hari raya.Saya ingin membagi tulisan yang mungkin isinya sudah kalian hafal, saya harap ini bisa untuk murajaah.

Sebenarnya saya sangat menikmati saat saya menterjemah sebuah tulisan yang panjang. Bahasa Arab begitu indah, bahkan saat menjelaskan dalil ataupun rujukan sebuah tulisan tetaplah indah, itu  sangat sayang untuk dilewatkan. Tetapi kalian mungkin akan bosan membacanya. Oleh karena itu saya buat lebih ringkas tetapi tidak terlepas dari substansinya. Saya juga akan membuat tulisan aslinya dengan berbahasa Arab dan terjemahnya insyaallah untuk rujukan. Hayya binaa...


Bergembira yang Terpuji dan Tercela

Sesungguhnya umat Islam memiliki dua hari raya setiap tahunnya, tidak ada yang ketiga. Kedua hari raya tersebut datang setelah ibadah: puasa, haji, dan di dalamnya ada ibadah-ibadah yang agung seperti sedekah, kurban, dzikir kepada Allah. Dan di dalamnya ada kegembiraan yang dibatasi oleh apa yang telah diizinkan oleh syari'at yang bijak.

Kita adalah hamba-hamba Allah di bumi-Nya. Kita beramal sesuai dengan apa yang telah disyari'atkan, bukan sesuai dengan apa yang kita inginkan dan kehendaki. Dan kegembiraan ada dua jenis: yang terpuji dan yang tercela.

Yang terpuji adalah kegembiraan karena sesuatu yang telah disyari'atkan, seperti: kesempurnaan ibadah, i’anah atau bantuan dalam ibadah, memperoleh ilmu, harta, anak, kesehatan, dan lain-lain. Kegembiraan yang sesuai dengan syari'at Allah.

Yang tercela adalah bergembira dengan yang haram, bathil, bodoh, dan berpaling dari Allah. Allah berfirman:

"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku sombong terhadap mereka. Dan Kami telah memberikan kepadanya harta yang banyak, sehingga kunci-kunci gudangnya (yang berat) dibawa oleh sekelompok orang yang kuat. Ketika kaumnya berkata kepadanya, 'Janganlah kamu terlalu gembira, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu gembira.'" (QS. Al-Qashash: 76)

Sesungguhnya sebagian orang ketika mendengar izin untuk bergembira dan merayakan, mereka mengira bahwa hal-hal yang sebelumnya diharamkan sekarang telah diizinkan, sehingga mereka meninggalkan diri mereka sendiri dan apa yang mereka inginkan, dan meninggalkan anak-anak mereka apa yang mereka inginkan, dan mereka berdalih dengan alasan hari raya = kegembiraan.


Bergembira dengan Bernyanyi

Asal dari kegembiraan dan menunjukkannya pada hari raya sebagaimana yang diriwayatkan dalam "Shahihain" dari Aisyah - radhiyallahu 'anha - yang berkata: "Abu Bakar masuk kepadaku... dan ada dua gadis dari kaum Anshar yang bernyanyi tentang apa yang terjadi pada kaum Anshar pada hari Bu'ats, dia berkata: "Mereka tidak bernyanyi dengan nyanyian yang tidak sopan.

Yang dimaksud adalah nyanyian yang indah dan memperindah suara, tanpa kata-kata yang tidak sopan dan alat-alat musik yang diharamkan. Dan diperbolehkan bagi wanita menggunakan rebana pada hari raya, pernikahan, dan kegembiraan

Al-Khattabi (wafat 388 H) berkata  :"(Telah jelas dalam riwayat ini bahwa keduanya tidak bernyanyi dengan nyanyian yang tidak sopan. Dan nyanyian yang dijadikan sebagai profesi dan kebiasaan, itu tidak pantas untuk dilakukan di hadapan Rasulullah - shallallahu 'alaihi wa sallam -. Namun, bernyanyi dengan syair dan memperindah suara dengan itu, yang tidak mengandung kata-kata yang tidak sopan atau larangan, itu tidak termasuk dalam hal yang dapat menurunkan martabat atau merusak kesaksian. Dan Umar bin Al-Khattab tidak melarang nyanyian yang berupa nashib , hadha', dan semacamnya dari ucapan, dan telah dirukhsati oleh banyak dari salaf - semoga Allah merahmati mereka -)”.

Dan hukum dari sedikit nyanyian berbeda dengan hukum dari banyak nyanyian, seperti mengatakan syair yang sedikit itu diperbolehkan, dan banyaknya sehingga disebut sebagai penyair yang tidak disukai.

Yang dimaksud dengan nyanyian di sini bukanlah nyanyian yang diharamkan yang dikenal di zaman kita dengan alat-alat musik dan lagu-lagu, itu diharamkan dengan kesepakatan ulama. Namun, yang dimaksud adalah apa yang dikenal dengan lagu-lagu atau nasyid dan hadha', itu termasuk dalam hal yang disebut sebagai nyanyian secara bahasa. Bersambung.......................

 

5 Syawwal di 2025  : Pulang dari Mudik

Secangkir Kopi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi BBA Dasar Online ( Daftar Isi )

Anakku, Ampuni Ibumu

Perbedaan Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf