Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2025

Ketawa yang Terlambat

Gambar
  Hari ini aku mendatangi temanku. Kubilang, dia ahli segalanya. Aku sedikit curhat : "Kenapa aku susah ketawa ya padahal aku menonton video yang orang lain bisa pada ngakak sampai sakit perut, tapi bagiku itu belum lucu.Ada beberapa video yang bisa bikin aku ngakak tapi itu sangat sedikit." Alih alih menjawab, dia malah ceramah panjang lebar tentang humor, tapi aku suka.Semua yang dia katakan bahkan ibarat daging yang siap kumakan.Itu ilmu dan aku takkan sia siakan, dan itu kenapa aku kadang suka curhat padanya. Seperti sore ini di teras rumahnya, saat aku mendatanginya karena bosan di rumah setelah resign. Obrolan ringan, hanya soal ketawa.Seperti sekedar curhatan iseng. Dia mulai menjawabku : "Ini hal yang lumrah banget, kok. Banyak orang yang ngerasain hal yang sama kayak kamu. Aku coba jelasin secara sederhana ya, biar kamu nggak overthinking." katanya mulai ceramah.Akupun siap mendengarkan seperti biasanya. "Sense of humor itu personal banget" kata...

Paranoid

Gambar
  Di sebuah kampung kecil yang dikelilingi sawah hijau, Aisyah—atau yang biasa dipanggil Ica—duduk di beranda rumahnya yang sederhana. Di tangannya, ponsel tua yang layarnya sudah agak buram menampilkan pesan-pesan panjang yang ia ketik dengan jari gemetar. Ia sedang curhat pada sahabatnya, Ummi, lewat aplikasi pesan singkat. Gaya tulisannya penuh singkatan, lugas, tapi sarat perasaan.  “Ana ngetik gini biar cepet, Mi. Banyk yg mo dicritain,” katanya suatu kali, sambil tertawa kecil meski matanya berkaca-kaca. Ica bukan tipe yang suka mengeluh, tapi hidupnya belakangan terasa seperti mendaki bukit tanpa ujung. Suaminya, Hasan, dulu pernah didiagnosa paranoid oleh dokter.  “Wkt anak2 msh kcil, suami ana kyk orang lain, Mi,” tulisnya.  “Suka curiga ga karuan. Ana dikira slingkuh, pdhal ya Allah, ana kan bercadar, usaha nutup rapet. Tpi pikiranya suami kmana-mana.” Ica ingat betul masa-masa itu. Saat anak ketiganya lahir, Hasan bahkan sempat bilang bayi itu mirip tetang...

Pulang

Gambar
  Melihat perkembangan kesehatan ibuku, aku cukup merasa tenang dan bahagia. Aku ijin padanya untuk menengok rumahku di Bogor barang seminggu. Entah namanya pulang atau bukan, karena bagiku pulang adalah pulang ke rumah ibuku, hihi.Sebelum pulang ke Bogor aku mengabulkan permohonannya untuk keluar jalan jalan pagi untuk melatih pernafasan, karena dokter menyarankan untuk latihan jalan setiap hari sebanyak 30 menit, untuk persiapan hajinya. Kelas pagi aku cancel.Aku mengikuti ibuku berjalan menuju tukang bubur pinggir jalan raya, mungkin butuh waktu 20 menit untuk kesana dengan jalan santai ibuku.Beberapa ibu nampak pulang dari masjid setelah shalat subuh, lengkap dengan mukena yang masih dipakai dan tangannya menyandang sajadah.Kami menyapa ramah.Seorang ibu membalas :"wah sekarang ada pendereknya ya mbah kalau jalan jalan," katanya berseloroh."Iya punya ajudan sekarang," kataku membalas selorohnya.Ibuku tersenyum.Senyum yang sopan yang membanggakan ku dan membuatku...

60 Hari Menuju Kebahagiaan

Gambar
  1. Hari 1: Keputusan untuk Memulai Di tepi taman kecil di belakang rumah, aku duduk di bangku kayu yang sedikit reyot, menatap merpati putih yang baru kubeli minggu lalu. Namanya Si Bintang, karena matanya berkilau seperti bintang kecil di malam yang kelam. Dua bulan terakhir, hatiku terasa sesak, seperti ada jerat tak terlihat yang mengikat erat, menyisakan rindu pada bayang-bayang kenangan yang datang tanpa diundang—seperti angin yang berlalu tanpa jejak. Aku lelah menunggu pesan yang tak pernah dibalas, lelah mencari makna di balik keheningan yang dingin, wkwkwk. Tapi hari ini, saat Si Bintang mematuk biji-bijian dengan riang, aku memutuskan: cukup. Aku ingin menanam kebahagiaan, seperti bunga matahari yang kutanam sore ini di sudut taman. Aku mengambil jurnal lamaku, menulis: “Hari 1: Aku memilih diriku sendiri.” Aku juga memulai kebiasaan kecil, menabung Rp20.000 setiap hari untuk sesuatu yang nanti akan membuatku tersenyum. Mungkin ini agak gila, tapi aku suka gila yang ini...

Melindungi Hati Ibu di Tengah Kekecewaan

Gambar
   Hari ini aku menemui dokter yang kemaren melakukan screening kesehatan buat ibuku sebagai syarat istitha'ah naik haji tahun ini Dengan rasa berdebar aku menunggu dokter Indah berbicara. "Hmm" gumamnya."Bagaimana dok" kataku tak sabar akan keputusan dokter cantik itu ."Maaf ibu, maaaf" katanya sambil menelungkupkan kedua tangannya di depan dada tanda menyesal. Jantungku berdesir mengingat ibuku."Ya dok" kataku. "Saya tidak merekomendasikan Mbah uti buat berangkat". Aku terkesiap.Dokter itu memeriksa obat obatan ibuku dan memfotonya.Aku teringat kemaren betapa gembiranya ibuku karena bisa menjawab semua pertanyaan semacam psikotest dari dokter dan  dokter memberi jempol untuk ibuku karena menjawab terlalu lancar  pertanyaan2 tentang matematika, nama presiden, hari kemerdekaan, tanggal lahir, menunjuk dan menggambar jam dan lain lain yang bagi lansia seumuran ibuku itu adalah perkara yang gagap. "Bahkan di tahap satu ini saya t...